Diberi Surga malah Mencari Neraka

Istilah Surga dan Neraka tidak harus selalu bermakna religi sebagai tempat di Akhirat nanti, atau tempat para Roh berpulang jika sampai pada saatnya nanti. Tetapi di sini istilah Surga dan Neraka adalah istilah yang mewakili kondisi atau keadaan seseorang dalam menjalani dan menghadapi kehidupan di alam nyata ini tanpa ada bentuk imajinasi yang menungganginya

Surga merupakan istilah yang mewakili kondisi seseorang yang berada dalam situasi nyaman dan nikmat atau enak serta tidak dihantui oleh rasa was-was atau tekanan oleh apapun dan siapapun secara fisik dan psikis, jadi dalam kondisi yang enak dan nikmat, sedang Neraka adalah kebalikannya yaitu istilah yang mewakili kondisi seseorang yang tidak nyaman atau sulit, baik psikis maupun fisiknya, entah itu emosi negatifnya atau yang lain, yang jelas dalam kondisi yang penuh dengan hawa negatif

Pada realita atau kenyataan dalam hidun ini, kebanyakan orang saat sedang diberi Surga yang ninkmat oleh Penguasa Alam, malah sibuk mencari Neraka sehingga mereka tidak bisa menikamati Surga, namun bukan berarti tidak bisa sama sekali, mereka bisa menikmati Surga yang mereka terima tetapi hanya sedikit sekali atau bisa dikatakan hanya sekilas baunya saja. Sehingga lenyap sudah kenikmatan Surga yang didambakan dan yang telah diberikan oleh Penguaaa Alam kepada mereka, kemudian berganti dengan sisksa Neraka yang mereka cari-cari dan akhirnya mereka dapatkan

Contoh sederhananya, jika pada suatu saat sedang diam di suatu tempat, tiba-tiba tercium semerbak bau harum sate atau ikan yang dibakar dengan aroma lengkapnya dan belum diketahui di mana serta siapa yang membakarnya, namun saat sedang menikmati aroma sate atau ikan yang dibakar juga tercium bau telèk lincung (tahi ayam) yang juga sama-sama belum diketahui asalnya, dan apa yang dilakukan selanjutnya? Kebanyakan dari mereka malah mengumpat sambil bergerak untuk mencari-cari asal bau telèk lincung tersebut sampai ketemu, bukan bergerak menghindari bau telèk lincung sambil tetap menikmati aroma ikan atau sate yang sedang dibakar, bahkan sangat sedikit sekali yang bergerak untuk mencari asal bau ikan atau sate yang dibakar, padahal untuk mencari aaal bau telèk lincung jelas lebih sulit daripada asal bau ikan atau sate yang sedang dibakar

Itu masih contoh sederhana dari permasalahan yang sederhana pula, karena sebenarnya dalam banyak hal seseorang itu ketika menghadapi masalah (apapun itu) biasanya menggunakan tata cara yang sama, entah itu dari pikiran, tenaga atau emosinya . Dan masalah lain yang lebih besar biasanya berhubungan dengan rasa takut, yang dasarnya tidak jelas sehingga memicu rasa dengki, gengsi dan ambisi, hingga dalam prakteknya suka menyalahkan orang lain dan menyalahkan keadaan, yang paling sering terjadi adalah rasa cemburu, sehingga pada saat seharusnya menikmati kemesraan atau yang lain yang lebih nikmat justru terjadi pertarungan pendapat dan akhirnya siksa  Nerakalah yang didapatkannya

Masih banyak hal lain yang layak jadi contoh untuk dipikir agar bisa diresapi kemudian dinikmati sehingga Surga yang diberikan oleh Penguasa Alam teraaa sangat nikmat dan tidak berubah menjadi siksa Neraka. Dan pertanyaanya, saat bayak orang meminta atau mendambakan Kebahagiaan, namun ketika Kebahagiaan itu diberikan oleh Penguasa Alam, apakah bisa dan mampu untuk menikmatinya..?

Nikmatilah Surga yang Kau Dapatkan, dan Janganlah Bersusah Payah untuk Mencari Neraka.

Selengkapnya »

Anak Durhaka yang Dijadikan Panutan

Anak durhaka itu biasanya diidentikan dengan anak sesat atau dianggap jahat karena merupakan anak yang tega dan berani melawan orang tua demi kepentingannya sendiri

Di dalam cerita religi atau keagamaan (agama Ibrahim atau agama samawi) ada dua cerita legendaris tentang anak durhaka, dua cerita tersebut memiliki perbedaan makna yang sangat jauh, walaupun inti cerita tetap sama, yaitu tentang anak durhaka atau anak yang tega dan berani melawan orang tua demi kepentingannya sendiri atau demi keinginannya sendiri

Cerita anak durhaka yang pertama adalah cerita tentang anak durhaka yang dianggap salah, dia bernama Kan'an anak dari Nuh (Nabi Nuh), dia dianggap durhaka karena melawan perintah orang tuanya. Pada kisah ini diceritakan bahwa Kan'an melawan perintah bapaknya untuk masuk perahu karena akan terjadi banjir bandang

Kan'an tetap tidak mau naik perahu meski air bah mulai naik ke daratan, dia memilih naik gunung untuk menghindar dari air bah. Sungguh malang nasib Kan'an dalam cerita ini, karena dia tetap tidak mau ditolong oleh bapaknya, dan akhirnya tewas tenggelam, dan sampai sekarang tokoh cerita yang bernama Kan'an tetap dianggap bersalah karena tidak mau menurut pada perintah Bapaknya sehingga dia tewas tenggelam

Cerita anak durhaka yang kedua adalah cerita tentang anak durhaka yang tidak pernah dianggap salah, bahkan dia dielu-elukan dan dianggap sebagai panutan,  dia bernama Ibrahim, anak seorang pembuat patung yang kemudian dijual untuk kehidupan sehari-hari, dia tidak pernah dianggap sebagai anak durhaka meskipun dia melawan orang tuanya

Pada kisah ini diceritakan bahwa Ibrahim adalah anak pembuat patung, yang kemudian patung itu dijual oleh bapaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seiring dengan perjalanan waktu Ibrahim merasa tidak sejalan dengan kepercayaan yang dianut oleh orang tuanya dan orang-orang di lingkungannya, sampai suatu saat Ibrahim menemukan makna Tuhan menurutnya dan menjadikan ketidak cocokannya merupakan perbedaan yang sangat besar. Dan akhirnya patung-patung bikinan bapaknya dianggap.sebagai berhala yang dijadikan sesembahan bagi orang tuanya dan orang-orang di lingkungannya, bahkan di kerajaan yang Ibrahim beserta orang tuanya sebagai warganya

Berdasar dari perbedaan tersebut, akhirnya Ibrahim memberi penjelasan pada orang tuanya untuk menghentikan pembuatan patung yang dianggap sebagai berhala dan mengajak untuk mengikuti apa yang telah ditemukannya, Ibrahim menjelaskan berulang kali bahwa apa yang dilakukan orang tuanya (bapaknya) beserta orang-orang adalah salah, karena menyembah patung atau menjadikan patung (berhala) sebagai sesembahan. Namun karena kepercayaan yang dianut oleh orang tuanya dan orang-orang adalah kepercayaan yanh sudah lama dianut, maka tidak mau berubah begitu saja untuk meninggalkan kepercayaan itu

Ibrahimpun akhirnya jengkel dan mengahcurkan semua patung-patung bikinan bapaknya yang merupakan satu-satunya mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam kisah ini tidak diceritakan secara detail bagaimana proses Ibrahim melawan orang tuanya kecuali menghancurkan patung atau berhala-berhala bikinan bapaknya, sampai akhirnya Ibrahim ditangkap raja karena menyebarkan paham yang berbeda dengan apa yang dianut oleh kerajaan

Dan Ibrahim dihukum oleh raja, dalam kisah ini Ibrahim dibakar hidup-hidup, namun tidak cidera sama sekali, dan akhirnya sang raja harus melawan pasukan nyamuk, kemudian salah satu dari tentara nyamuk itu masuk ke hidung raja yang mengakibatkan sang raja tewas. Pada akhir cerita Ibrahim dianggap sebagai Nabi (panutan) yang kemudian menurunkan (memiliki keturunan) nabi-nabi

Dari kisah di atas, bisa disimpulkan bahwa tidak selamanya anak yang melawan kehendak orang tua itu salah, bahkan ada yang dianggap sebagai panutan atau sebagai Nabi atau dianggap sebagai tokoh pembawa kebaikan. Tidak menggunakan istilah "Dia kan Nabi yang diangkat oleh Tuhan" namun di sini memandang dari sisi "Anak Durhaka" yaitu "Anak yang berani melawan orang tuanya sendiri demi kepentingan pribadi". Atau coba bayangkan jika Anda menjadi orang tua dari Ibrahim, apa yang akan Anda lakukan..??

Selengkapnya »

Makna Diriku Bagi Diriku Sendiri

Meski aku tidak berpikir untuk kenyenangkan orang lain, (maksud dari orang lain itu semua orang yang bukan diriku sendiri) atau menyenangkan siapa saja, malah seringkali juga tidak berpiiir untuk menyenangkan diri sendiri. Dan terkadang aku sering lupa akan pentingnya diriku bagiku sendiri, dan bahkan lebih sering berpikir tentang pentingya diriku bagi orqng lain, baik itu pribadi ataupun umum.

Saat aku menyadari hal itu (saat-saat tertentu) akupun berpikir sederhana, 'Jika aku tidak bisa menyenangkan diriku sendiri, bagaimana mungkin aku bisa menyenangkan orang lain' atau juga berpikir 'Jika aku tidak bisa memaknai betapa pentingnya diriku bagi diriku sendiri, kenapa juga aku harus memaknai netapa pentingya diriku bagi orang lain'.

Mungkin aku termasuk.dari sekian banyaknya orang dari golongan para pecundang, yang selalu mendahulukan makna penting bagi orang lain, sementara diri sendiri diabaikan, bahkan kadang sampai rela berkorban demi orang lain walau seringkali pengorbanan tersebut tidak berarti

Seharusnya aku berpikir dengan logika yang berdasarkan realita, bahwa apapun pendapat orang 'Diri sendiri harus diutamakan dan didahulukan', lupakan pendapat orang bahwa kegiatan tersebut adalah salah dan tidak baik, karena sebenarnya mereka yang berbendapat seperti itu lebih egois lagi, karena sebenarnya mereka merasa 'Keinginannya pada diriku tidak terpenuhi, atau diriku tidak mau melaksanakan kehendaknya' sehingga mereka berpendapat demikian

Jika ada yang bilang aku 'Egois', mungkin yang bilang tersebut tidak tahu makna 'Egois'. Asal tahu saja bahwa sebenarnya Egois itu adalah memaksakan keinginan agar dilaksanakan oleh orang lain demi kesenangannya sendiri, entah yang melasanakan itu senang atau menggerutu tidak penting, yang penting keinginannya terlaksana

Begitu pentingnya diriku bagiku sendiri, begitu bermaknanya diriku bagiku sendiri, agar mungkin aku bisa bermakna bagi orang-orang terdekatku

Selengkapnya »